8.14.2011

PETANG




Sore hari, menjelang maghrib sekitar pukul 17.30 ketika itu saya mau menutup jendela, tiba-tiba pandangan saya terpaku kepada seorang bocah kecil, kira-kira usianya enam atau tujuh tahun.
Bocah dengan topi merah, sepatu butut yang sudah dekil, kaus kaki yang melonggar, plus sarung tangan tebal yang warnanya tak lagi putih. Saya baru melihatnya kali ini.

Dia jongkok disamping tempat sampah sedikit ketengah dan menghalangi jalan. Dengan tangan mungil itu ia sibuk melipat dan mengikat kardus yang baru saja umi buang. Didepannya terdapat sebuah karung, dengan ukuran kira-kira yang paling kecil dan telah terisi penuh.
Pekerja keras, pikir saya.
Dari wajahnya yang bersih dan polos, saya bisa melihat tanggung jawab yang besar pada anak sekecil itu. mungkin.. ia harus sampai rumah sebelum maghrib. Ibu dan adiknya sudah menunggu, ia ingin buka puasa bersama keluarga.

Saya melihat umi keluar rumah. Sayapun ikut keluar. Umi mengulurkan tangan dengan uang sepuluh ribu rupiah sambil berkata “jang, nih buat buka puasa.”
Si bocah kecil tidak lantas berdiri, ia malah menatap saya dengan pandangan kosong. Saya tidak tega, mungkin ia malu.
Saya masuk. Tidak sengaja saya menitikkan airmata.


Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang, lemas jarimu terkepal
(pinjem lirik lagu iwan fals)


Lalu saya mengintip dari jendela kamar. Ia masih bergelut dengan kardus dan tali rafia, lalu memasukan kedalam karung yang sudah tak muat lagi. Sementara umi masih saja berdiri dipintu pagar. “ini ambil!” kata umi terdengar.
Si bocah langsung berdiri, membuka topi dan mengambil uang kertas sepuluh ribu itu. “makasih bu.” Ekspresinya dingin dan menunduk.
“puasa ga?” tanya umi
“puasa..” jawabnya

Saya tidak melihat kelelahan dari wajah itu. Tangan, pakaian, sepatu dan tubunya tertutup debu. Namun wajahnya bersih, binar dimatanya membuat ia nampak ceria.

Umipun masuk. Bocah lugu itu langsung memanggul karung dibahu kirinya. Tangan kanannya meraih tumpukan kardus yang telah rapi diikat, kemudian melangkah pasti.

Maaf. .




 
Tiba-tiba dia minta maaf, melalui pesan singkat yang isinya..
“ aku minta maaf”
“maaf buat apa?” kataku

“aku sering buat kamu nangis, sering banget bikin kamu sedih, kamu kesel,ga ngertiin kamu, ga peka sama kamu. Maafin aku ya..”
Kalimat yang cukup sederhana. Namun kata maaf yang sangat berarti untukku.

Rasanya cukup asing memang.  Aku bisa saja bilang “ini bukan kamu!” tapi aku tidak ingin dia menjawab “iya maaf tadi sodara numpang sms terus salah kirim..”

Entah apa yang buat kamu berkata demikian, tapi seandainya kamu tau, kamu membuatku terharu.

I Love You R!