4.17.2012

Cita dan Cinta


Kamu terlihat cool, dengan potongan rambut baru yang bikin pangling. Ganteng. Ya, Cuma itu yang ada dipikiranku sekarang. Sambil menunggu minuman yang kita pesan, diam-diam aku melirik untuk mengagumi penampilanmu malam ini.

Sudah hampir setengah jam, dan kamu masih berdiam diri. Memandangi gelas yang isinya sudah habis. Lalu kamu menarik napas. Spontan, aku langsung mengarahkan mataku padamu. eh aku kira kamu akan memulai bicara, tapi sekarang malah memainkan es. Memutar-mutarnya dengan sedotan.

Malam ini kita ketemu ya? Aku mau bicara, penting! 
Pesan itu masih terngiang dalam benakku. Sepenting apa sih? Ayo dong! penasaran nih.

“Mau pesan makan dulu?” Kamu seperti sedang mencari cara membuat dirimu tenang. Matamu menatapku tajam. Ada cinta, juga beban disana.
“Tidak usah. Aku mau dengar.. “ belum selesai, kamu langsung memotong.
“Minggu depan aku ke Jakarta. Jadi mahasiswa disana.” Sekarang kau malah bersemangat. Cuma ini saja, dan aku harus menunggu lama? Tapi matamu sayu. Mencurigakan. Ingin bertanya kenapa atau ada apa? Tapi aku masih tahan dan coba sabar.
“hah?? bagus dong. Bukannya cita-cita kamu kuliah disana?” Sepertinya aku mulai tahu kemana arah pembicaraan kita.
“iya...” Suaranya melembut sekarang.
“iya.. terus? Apa kita masih pacaran?” Aku tidak tahan. Sudah habis kesabaranku. Aku tidak mau kamu mengundur-undur atau berdiam diri lagi.

Lima jari kananmu menyisir rambut depan, kebelakang. Kemudian bersandar pada kursi yang lebih mirip sofa. Sangat keren. “Ya iya dong sayang, Long distance relationship masih bisa kan? Kalau kamu percaya..” Ingin menjerit rasanya. Sama sekali tidak pernah kubayangkan kalau saat-saat ini akan datang.

Rindu itu sama sekali tidak indah, tidak manis, dan tentu saja tidak enak. Menyiksa.

“Orang bilang, cita dan cinta itu bertolak belakang. Jadi kamu harus memilih salah satu, cita atau cinta?”
“Cita atau cinta?? Kamu menatapku dengan mata penuh pertannyaan.

Baiklah, tidak usah. Aku tau jawabannya.