8.21.2011

Melati dari Jayagiri

Melati dari Jayagiri
Kuterawang keindahan kenangan
Hari-hari lalu di mataku
Tatapan yang lembut dan penuh kasih ...
Kuingat di malam itu
Kau beri daku senyum kedamaian
Hati yang teduh dalam dekapan
Dan kubiarkan kau kecup bibirku
Mentari kelak kan tenggelam
Gelap kan datang dingin mencekam
Harapanku bintang kan terang
Memberi sinar dalam hatiku
Kuingat di malam itu
Kau beri daku senyum kedamaian
Mungkinkah akan tinggal kenangan
Jawabnya tertiup di angin lalu

malam


Hari ke-20 RAMADHAN
Minggu, 21 Agust. 11-- 21:40 aku masih asyik didepan laptop dengan jari yang terus beraksi diatas huruf, abjad-abjad.
Sempat kaget waktu liat tv, seorang wanita menarik sebuah pesawat 32ton.

Aku mengintip ke jendela
Malam memojok bersama selimut bulu yang baru
seperti mengisyaratkan ingin istirahat sebentar
Diluar udara dingin
Pohon tidak bergoyang ditiup angin
Sepi!

Mungkin aku disebut manusia merugi jika tidak beranjak, ambil wudhlu dan segera shalat.
Berdoa!! Bisikan dari arah kanan bersamaan dengan ibu yang menyuruhku berhenti.
Semoga malaikat mengunjungi rumahku, melihatku, berada disisiku, dibelakangku, dimana-mana.
Dan meng’amin’i permintaan permohonanku yang sederhana ini.

Selamat malam_

cried out


Yang saya rasakan malam ini--haus sekali. Mungkin akhir-akhir ini saya sering menangis.
Ada hubungannya atau tidak, saya tidak begitu peduli.
Saya hanya ingin mengakui, saya sedang terluka!
Tangisan ini juga bukan senjata.
Saya telah memiliki ancang-ancang untuk belajar melompat lebih tinggi sebelumnya.
Baik, menangis dululah yang puas!

Kamu pernah menangis. Kalian juga pernah menangis.
kalian menagis justru ketika saya masih sangat bisa berdiri kuat.
Mungkin saya harus banyak belajar darimu kawan. Dimana letak jiwa yang kuat itu?
Mau bantu saya menemukannya? Mungkin jiwa ini sedang transparan.
Terserah kamu bilang apa.. aku mengerti kamu peduli. Mungkin ini drama dan saya pemainnya. Terimakasih, tapi jika kita bertemu saya yakin, kita tertawa lagi.

Seseorang yang kuat justru terlihat sangat lemah ketika ia sedang menangis.
lemah, ya. Lebih lemah dari yang lain.
Sayang! Kalian tidak lihat itu dibelakang.
Seperti halnya ayah yang selalu meledak- mungkin akan membuat seorang anak berlari ketakutan namun sang anak masih tertawa.
Sangat berbeda. ayah yang tidak pernah marah akan terlihat lebih (seram)-hanya dengan pelototan yang kurang dari dua detik.

Aku tidak menangis saat jatuh dari sepeda, aku tidak menangis karena dimarahi ayah dimarahi guru, aku tidak menangis saat kulitku tergores, aku tidak menangis kakiku berdarah, meski tubuhku bergetar hampir pingsan.
Aku ini masih seperti dulu.

Mungkin aku lembut tapi aku tidak lemah, mungkin aku menangis tapi aku tidak kalah.
Aku memang pernah berjanji untuk tidak menangis lagi. Perjanjian yang bodoh menurutku, seorang kesatriapun akan menangis ketika mendapati sahabatnya mati.