Merindukanmu seperti meminta bulan jatuh dari langit
Merindukanmu itu ibarat berharap bintang di tengah hari
Saat aku tau memang tidak mungkin,
merindukanmu menjadi air mata yang tak berhenti mengalir
Satu-satunya obat rindu adalah bertemu.
Tapi kau....
Semakin membuat kelu, pahit
Menjadi nafas yang sesak di dada
Oh... lelah rasanya
aku benci merindukanmu
aku benci merindukanmu
Aku tak berhenti bertanya pada diri sendiri
Sampai kapan aku bisa membendung dan bertahan?
Hening... dan aku tetap membisu
Hanya air mata yang bicara,
Dan berkata bahwa...
“aku takkan mampu”
“aku takkan mampu”
Andaikata kau tau
karena harapanku tak terbatas untukmu
Bicaralah!
Maka aku akan bercerita pada langit
Aku menyayangimu,
Jika malam ini kau dongak ke langit
Dan langit nampak kosong
Jangan salahkan aku!
Jangan salahkan aku!
Mungkin
aku sudah berhenti merindukanmu
Asapun telah remuk dimakan waktu
Turun bersama airmata
Berceceran di aspal
Terbang terbawa angin pada setiap helaan nafas
yang semakin, semakin membuat sesak dan sebak
Menjadi serpihan kertas yang lama-kelamaan berubah usang
Kemudian hilang......
Tapi taukah kau?
Bertahan itu lebih pahit dan sakit
Dibanding berusaha mengusir rindu
Walau akan pilu rasanya?
Ya walau pilu rasanya. Biarkanlah aku begitu
Biarlah.. ijinkan aku bernafas tanpa beban
Rindu
Tanpa kata-kata yang sangat berat diluahkan
Aku merindukanku
Oh... aku sangat benci merindukanmu
Bandung, 12 Feb. 2012