8.19.2011

Meutia Yohanes



Aku mengenalnya sebagai sosok yang sempurna. Wanita sederhana yang takut air.

Saat itu aku terjatuh dari terotoar, bagaimananya aku tidak ingat. Mungkin pikiranku sedang kacau. Pergelanggan kakiku terkilir sedikit menyakitkan sehingga sulit untuk berdiri.

Menjelang maghrib jalanan sepi, membuatku betah duduk berlama mengusap kaki-sambil sedikit meringis. Dari ujung mata aku dapat melihat seorang wanita hitam manis agak sipit, segera mengangkatku berdiri tanpa basa basi.
Iya mengantarku pulang dengan kakiku yang mulai membengkak. Naik ojeg. Itu keren!

Perkenalan yang cukup sigkat dengan tempat yang tidak terduga.
Cici. Begitulah Meutia memanggilku. Panggilan akrab yang sering aku gunakan juga pada seseorang.
Dalam bahasa Chinese cici itu berarti kaka. Mungkin karena usiaku sedikit diatasnya.
Tapi dengan senang hati jika ia ingin menganggapku saudara perempuannya.

Hingga saat ini ia sering mengunjungiku. Menemani orangtuaku yang sedang sakit, mengasuh keponakannku, jalan-jalan *baca buku gratisan. Banyak hal aku lakukan bersamanya.
Ia akan lebih dulu tau daripada aku. Apapun. Sekalipun itu mengenai diriku.
Aku juga pernah menghampiri rumahnya-masuk kamarnya. Meja belajarnya penuh obat. Disana tertulis Nn. Meutia Yohanes.
Mungkin ia sedang sakit, batuk,pilek, radang tenggorokan, hydrophobia atau apalah. Aku tidak mengerti soal dunia kedokteran.
Bertanya soal itu? tidak cukup penting untukku. Akupun tidak ingin tau. Aku hanya tau dia bukanlah sosok Ariel putri duyung, karena ia sama sekali takut air. Namun bukan berarti ia tampil dengan kusut seperti rambut yang jarang dikeramas.
Justru dia sangat cantik, sosok yang ideal untuk seorang model menurutku. Hebat! Dia punya koleksi buku yang banyak.

Tentu saja, aku tidak pernah melihatnya menjalankan ibadah-sholat. Tapi aku pernah membantunya menghias pohon natal. Aku ingat benar lirik lagu lagu religi favoritnya.

Merasa bersalah, aku pernah memarahinya karena memakai kerudungku tanpa ijin. Entah dengan alasan apa, aku tidak bisa menjudge “tidak boleh”. Padahal ia terlihat anggun. Mungkin kalah cantik.
Sesekali ia membuatku kesal. Tidak ada sahabat yang sempurna, namun Meutia tetaplah sosok yang istimewa. Meski perbedaan adalah batas antara kami berdua.
Hatiku berbisik sambil mengacungkan jempol “aku cocok”

Dengan apa aku mengenalimu?
Mengenalimu membuat hal remeh menjadi mengejutkan-
Mengingatkan bahwa hidup itu beragam
Mengajari sesuatu, bahwa aku tidak sendirian.

Kita bersahabat seperti saudara..
Hari terasa indah saat kita bersama.