Biar kuceritakan sedikit rahasia ini.
Mungkin aku buta karena tak mampu melihat arah tujuanku sendiri. Mungkin
aku bisu karena tak mampu bertanya arah mana yang harus aku lalui. Mungkin aku
lumpuh karena tidak mampu tegas atas diriku sendiri.
Tapi aku tidak tuli, karena aku masih mendengar kemana nuraniku memanggil. Dan hatiku. Ia tidak buta. Tidak bisu. Tidak tuli. Dan tidak lumpuh. Hatiku
tahu kemana aku harus melangkah. Akan kuikuti saja dia. Lagipula aku tidak
mungkin menyesatkan diriku sendiri. Sesungguhnya hati tahu mana baik dan buruk.
Benar dan salah. Berbeda dengan pikiran. Bisa memutar otak. Membuat baik
menjadi buruk. Dan membuat salah menjadi benar.
Aku sedang diperdaya diriku sendiri. Aku merasakannya. Pernah menyesal? Ya,
seperti itulah. Tapi tidak lama penyesalan itu akan hilang. Lalu aku berbuat
salah lagi. Lagi dan lagi. Seolah yang aku lakukan adalah baik dan benar.
Hidup memang tentang bagaimana memutar otak supaya kita survive. Tapi
memberi sedikit waktu untuk mendengarkan hati dan nurani bicara adalah sebuah
keharusan, terutama bagi diriku sendiri. Jika aku bertanya, maka ia menjawab. Dan
aku akan puas. Hati dan nurani itu seperti wakil Tuhan (Allah swt) yang ke-sekian.